Sekarang, aku harus
membiarkan diri bernapas tanpa perhatianmu. Aku mengawali hari, sambil menatap
ponselku yang sepi tanpa kabarmu. Aku mencoba menerima kenyataan ini, sebagai
pemuda yang bukan siapa-siapamu, aku tak bisa menuntut banyak. Aku hanya bisa
hanya bisa mencintaimu dari sini dan jika rindu, yang kulakukan hanya satu,
membaca ulang pesan singkat kita.
Pagi tadi, aku
melawan rasa sakitku, ingin melihatmu disekolah, entah ingin memanggil nama
kesayangan yang kuberikan padamu atau sekedar mengingatkan jangan telat makan,
atau mungkin berkata rindu. Abaikan itu semua, Sayang, kau tahu sejak awal aku
adalah pemuda yang tahan banting disakiti berkali-kali jika sudah terlalu
mencintai.
Aku terlalu
menyakinkan diriku bahwa suatu saat nanti kaulah sosok yang akan membahagiakanku, aku telah memimpikan banyak
hal, kaukan membawa matahari untukku dan mengusir semua mendung yang menutupi
hariku. Kaukan bawa aku ke langit yang paling cerah, membawaku terbang, melihat
betapa padatnya kota ini masih ada bunga-bunga yang bisa membuat kita
tersenyum. Kamu akan membawaku pulang ke hatimu dan kita membuat banyak daftar
mimpi baru untuk kita wujudkan bersama.
Siang tadi, aku masih
menatap ponsel berkali-kali, berharap itu kamu yang mungkin saja sama rindunya
denganku. Sayang, kautahu aku ini pemuda yang senang merajuk tapi didalam hati
ini ada rindu yang ingin meledak dalam amarah. Seperti janji-janji kita pada
setiap pesan singkat, entah kapan Tuhan mau inginkan hal itu terjadi, kita
pasti akan berpeluk secara nyata. Doa yang kusebutkan malam itu pasti menemukan
jawabannya dan jawaban itu adalah kamu. Tapi, aku tak tahu kapan saat itu
datang, aku tak tahu harus bersabar berapa lama lagi. Aku tak tahu harus
menunggu sampai kapan lagi.
Jemari ini telah
lelah menyentuh hatimu yang dingin. Kaki ini telah tak sanggup lagi melangkah
karena enggan kau bawa lari jauh-jauh lagi, aku takut dipersimpangan jalan
sana, kaukan meninggalkanku, mengejar tujuanmu sendiri tanpa menyertakanku
dalam langkahku. Adakah kau tahu, Sayang, pemuda yang selalu menunggumu pulang ini
tak secerewet ini jikasehari saja kau kabari dia, kausapa dia, kau beri sedikit
cium meskipun cium itu masih berbentuk emoticon dan tulisan.
Aku sendiri kesepian,
aku kehilangan senyumku, senyumku seakan-akan tergantung pada kehadiranmu. Kau
jauh disana, entah sedang apa atau mungkin sedang sibuk, mungkin disana kau
juga lupa ada yang diam-diam mendoakanmu, melipat tangannya, menitikan air
matanya, saat berkali-kali namamu tak absen dalam doanya.
Sayang, tolong
kembalikan senyumku. Eh, tapi aku sedikit senyum, deh. Aku tadi sedikit
tersenyum karena senyum tukang es kamilo yang berdiri didepan rumahku. Ya,
pokoknya singkat kata, kamu pulang ya. Cepet ! aku kangen kamu, kangen kita,
kangen semua. Tolong jangan pergi lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar