Ke inginan awal merujuk
orang tua dari Rumah Sakit Teuku Peukan Abdya, ke Rumah Sakit Umum Zainoel
Abidin agar segera dapat tindakan yang maksimal, namun ternyata setelah dua
hari masih tetap berada di IGD, tak ada pelayanan yang luar biasa kecuali janji
tindakan operasi yang entah kapan akan terwujud.
Suara gemuruh pasien di IGD
Rumah Sakit, membuat tidurku tak nyenyak. Lantas ku langsung terbangun dan
menatap sebuah mobil ambulance yang terparkir rapi didepan pintu masuk IGD. Ayah
hanya tertidur lemah diatas ranjang yang apa adanya, dengan keadaan koma yang
dari kemarin dialami ayah. Ayah hanya tertidur lurus dengan selang infus
ditangan dan bantuan oksigen dihidung dan alat pendeteksi jantung. Dengan nafas
yang terengah rengah, ayah berjuang melawan komanya.
Ayah tak mendengar apa yang
ku bisikkan, tak mendengar apa yang ku katakan ditelinganya. Hanya helaan nafas
ayah yang terdengar ditelingaku. Aku tak tau harus berbuat apa dengan kondisi
ayah seperti ini. entahlah, aku hanya pasrah dan terus berdoa dan tawakal.
Hari itu, minggu 12 Oktober
2014, keadaan ayah semakin menurun seluruh keluarga mengeluarkan air mata, tapi
tidak denganku. Aku hanya menatap ayah dengan fokus yang sedang diperiksa oleh
tim dokter. Bibirku selalu ku basahi dengan doa-doa untuk ayah, hanya fokus
pada ayah.
Fikiran ku melayang-layang
tak menentu, hanya istighfar yang ku ucapkan pada saat itu. Tim dokter terus
melihat kondisi ayah, terus memerhatikan laju cairan infus yang masuk ke dalam tubuh ayah, dan aku terus
memperhatikan monitor pendeteksi jantung, paru-paru, tekanan darah dan denyut
nadi seraya berzikir.
Azan dhuhur berkumandang
indah di seantero ruangan IGD yang padat pasien, aku langsung bergegas ke
masjid untuk melaksanakan kewajiban. Dengan keresahan hati, aku langsung masuk
ke mesjid. Ku lantunkan permohonan doa kepada Yang Mahan Kuasa. Aku berharap
ada mukjizat hari ini.
Setelah melaksanakan sholat,
aku langsung kembali ke ruang IGD tempat ayahku berada, masih juga ku lihat
monitor pendeteksi itu, keresahan hatiku memuncak. Tak lama aku langsung
mendekati telinga kanan ayahku, dan membisikkan dua kalimah syahat, dan takbir.
Namun sayang, ayah tak mengikuti perkataanku, dan hanya mendengarkan saja.
Ruangan semakin dingin
karena ruangan itu full AC (Air Conditioner) ku silangkan kedua tanganku ke
badan agar terasa hangat. Ku raba kedua kaki ayah, yang terasa sedikit dingin.
Langsung saja fikiran ku kembali melayang, dan memikirkan yang bukan-bukan.
Pernah ku berfikir, “mungkin kaki ayah dingin, karena AC nya yang menyebabkan
kaki ayah dingin’’.
Masih ku pandang sebuah
monitor yang terpajang kokoh di dinding ruang IGD, aku tak mau beranjak dari
monitor itu. aku tak memnikirkan kesehatan ku yang dari semalam belum makan,
dan mata masih dalam keadaan mengantuk. Dengan keadaan begini, aku memaksakan
diriku untuk bertahan sejenak demi ayah. Masih terdengar suara nafas ayah yang
terengah-rengah dan yang sedang berjuang melawan komanya diatas ranjang
sederhana.
Tak sanggup melihat ayah
berjuang sendiri dalam melawan komanya, ayah hebat, ayah tak membutuhkan teman
dalam melawan komanya, ayah tak meminta bantuan orang lain, dia berjuang
sendiri dengan penuh semangat. Tak ada kata sakit, lelah, ataupun takut, dia
hanya terdiam lemas dan tak bergeming.
Tim dokter datang untuk
melihat kondisi ayah, yang semakin drop. Kini aku hanya bisa melihat ayah dari
luar tirai ruangan IGD. Semua keluarga menunggu diluar dan menjatuhkan air
mata, seraya melihat ayah sedang dipompa dadanya, memastikan bahwa ayah
baik-baik saja atau sebaliknya.
Namun Allah berkata lain,
lebih kurang pukul 13:30 WIB. Ayah dijemput oleh Tentara Allah dengan tenang.
Suasana duka pun menyelimuti sebagian ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD)
tempat dimana ayah menghembuskan nafas terakhir. Sejenak aku merenungi kenangan
bersama ayah, kenangan indah bersamanya dan hampir tak ada kenangan buruk
semasa ayah masih hidup.
Aku sangat kehilangan sosok
pemimpin yang belum kutemui kepemimpinan nya pada orang lain. Aku kehilangan
panutan, teladan yang baik dari ayah. tak kan ada yang bisa menggantikan posisi
ayah dihatiku, diotakku, dan diseluruh tubuhku. Kini ayah telah tiada aku hanya
menggepal tangan meronta-ronta ingin kubunuh dokter dan perawat yang menangani
ayahku tadi.
Aku tak tahu setan apa yang
telah merasuki tubuhku hingga emosiku segitunya ingin membunuh. Astaghfirullah
hal’azim salah seorang keluarga mengingatkan ku. Ayah pergi dengan sangat tenang, tak ada
tanda-tanda kesakitan pada saat beliau pergi. Wajah ayah bersinar sembari
senyumannya, dengan paras seperti orang tidur saja.
Doa kupanjatkan hanya
untukmu yah, semoga ayah tenang dialam sana, semoga ayah ditempatkan kedalam
surga firdaus yah, ananda bangga punya orang tua seperti ayah. ananda akan
selalu mendoakan ayah, semoga ayah dilapangkan kubur, diberi tempat yang paling
nyaman disana. Dan semoga ayah bertemu Allah disana ya yah. Ananda akan selalu
ingat sama ayah, kenangan bersama ayah dan semoga ayah ditempatkan bersama para
ulama dan Rasulullah SAW. Amin.
Selamat jalan ayah, semoga
ayah tenang dialam sana. Sampai jumpa di yaumil akhir yah, semoga kita bisa
jumpa disana, masuk surga bersama-sama. Ananda tau ayah pasti sedang lihat
ananda nulis ini untuk ayah, pasti ayah lihat dari surga, bersama mamak, abang
dan nenek. Pasti ayah tersenyumkan yah, ananda bisa merasakan itu semua.
Minggu 12 oktober
2014. 13:30 WIB. IGD RSUDZA Banda Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar