bolak balik

SEMUA ORANG PASTI MENDAPAT COBAAN, JALANI DENGAN BERSYUKUR

Sabtu, 26 Juli 2014

Memaknai Idul Fitri

SETIAP kali kita menyambut Idul Fitri, selalu diliputi dua perasaan. Di satu sisi kita merasa bersedih karena harus berpisah dengan bulan yang sangat istimewa yaitu bulan Ramadhan, bulan dimana Allah Swt memberikan banyak bonus pahala yang berlipat ganda dan dibukakannya lebar-lebar pintu ampunan dan surga bagi para hamba-Nya yang melaksanakan ibadah puasa.
Pada sisi lain, kita juga berbahagia, karena Idul Fitri yang dinanti-nantikan  akhirnya tiba. Idul Fitri bagi umat Islam diyakini sebagai hari kemenangan, hari kembali ke kesucian. Kemenangan dan kesucian kita peroleh setelah sebulan lamanya kita bergulat mengendalikan hawa nafsu. Idul Fitri juga bisa digambarkan sebagai hari kelulusan seseorang dari sekolah Ramadhan.
Setiap orang yang telah lulus dalam menempuh suatu ujian pasti timbul rasa bangga, bahagia dan yakin akan menerima ganjaran yang setimpal yaitu keampunan dari Allah Swt, sehingga kita bisa menggapai predikat muttaqun. Dengan keyakinan itulah kita merayakan Idul Fitri dengan cara mengagungkan asma Allah, takbir dan tahmid sepanjang hari dan malam.
Terlepas dari perasaan yang kita alami, Idul Fitri dapat disebut sebagai kembalinya manusia dalam keadaan suci sebagaimana mereka baru dilahirkan, setelah jiwa dan fisik mereka ditempa selama bulan Ramadhan. Maka yang paling penting bagi kita adalah memancarkan  jiwa yag suci dan memetik hikmah Ramadhan dalam kehidupan sehari-hari.
 Menempa diri
Ramadhan sebagai bulan suci yang penuh rahmah dan maghfirah akan segera berlalu. Sebulan penuh kita menempa diri dengan berbagai latihan jasmani dan rohani. Berhasil tidaknya latihan tersebut akan terlihat dalam sikap hidup kita setelah keluar dari Ramadhan. Sebenarnya Ramadhan adalah awal pertarungan kita untuk 11 bulan yang akan datang. Wujud keberhasilan Ramadhan itu akan terpancar dalam beberapa hal berikut, antara lain:
Pertama, pengendalian hawa nafsu. Selama puasa Ramadhan, kita telah dididik mengendalikan hawa nafsu. Kalau di siang hari kita mampu mengendalikan hawa nafsu, maka di malam haripun juga harus demikian. Etika berbuka juga mengajarkan, apabila magrib tiba segera berbuka, cukup dengan seteguk air dan tiga buah kurma atau sepotong roti, lalu shalat Magrib. Setelah itu barulah kita makan, dengan demikian akan terjaga waktu shalat kita dan kita bisa melaksanakan amalan baik lainnya. Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah sempurna iman seseorang sehingga perilaku nafsunya sesuai dengan tuntunan ajaran yang aku bawa.” (HR. Thabrani)
Kedua, hidup sederhana. Sebagai orang yang menjalankan ibadah puasa, ketika berpuasa, terutama sekitar jam 14.00-15.00 siang hari, di saat perut terasa lapar, terbayang dalam benak kita untuk ingin makan apa saja, tak jarang diantara kita menumpuk makanan buat persediaan berbuka. Tetapi saat berbuka puasa tiba, ternyata dengan seteguk air dan sepotong roti saja, perut rasanya sudah kenyang. Dalam istilah lain, ibadah puasa itu mengantarkan pelakunya jauh dari sikap tamak dan serakah.
Orang tamak tidak pernah merasa cukup dengan apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Nabi saw bersabda: “Andaikata seorang anak Adam telah memiliki harta benda sebanyak satu lembah, pasti ia akan berusaha untuk memiliki dua lembah. Dan andaikata ia telah memilliki dua lembah, pasti ia akan berusaha lagi untuk memiliki tiga lembah. Memang tidak ada sesuatu yang dapat memenuhi keinginan anak Adam melainkan tanah atau kubur yakni tempat mati dan Allah akan memberi atau menerima taubat bagi mereka yang bertaubat.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Turmizi).
Islam tidak melarang umatnya memiliki kekayaan, yang tidak boleh adalah sebaliknya, dimana kita sedemikian rupa dikuasai oleh kekayaan, karena kekayaan bisa mendorong untuk melakukan apa saja, bahkan sekehendak hatinya. Apabila orientasi kita hanya tertuju kepada kekayaan, maka kita tidak akan pernah merasa cukup dalam hidup dan kehidupan kita dan cenderung kepada serakah, seperti meminum air laut, makin banyak kita meminumnya maka semakin kita merasa haus. Dengan puasa kita dilatih untuk memilih dan memilah mana dorongan nafsu dan mana yang merupakan kebutuhan.
Ketiga, kepekaan sosial. Satu wujud keberhasilan latihan Ramadhan yang ketiga adalah kita mempunyai kepekaan sosial. Ketika puasa kita telah merasakan bagaimana tidak enaknya lapar dan dahaga, bagaimana pedihnya penderitaan orang-orang fakir miskin yang berteman dengan dahaga dan lapar, bagaimana risihnya menjadi komunitas adh‘aful dhu‘afa yang tidak pernah terpenuhi kebutuhan pokoknya?
Maka sebagai wujud pertanda kecintaan dan kepedulian kita kepada mereka, kita telah mengeluarkan zakat fitrah sebagai penyempurna ibadah puasa yang telah kita laksanakan, sehingga dapat diterima Allah Swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Puasa bulan Ramdhan tergantung antara langit dan bumi, dan tidak akan dilangsungkan ke hadhirat Allah Swt kecuali dengan mengeluarkan zakat fitrah.” Sekalipun hadis ini disebut-sebut sebagai hadis dha`if, tetapi sangat tepat untuk fazailul `amal.
Kecintaan terhadap sesama inilah akan melahirkan kepekaan sosial. Apabila ini tercipta dalam kehidupan dimana yang kaya membantu yang miskin, yang kuat membantu yang lemah, maka akan tercipta ketenangan dan keberkahan hidup. Sada Rasulullah saw: “Sayangilah orang-orang yang ada di bumi supaya yang di langit (Allah)  menyayangimu.” (HR. Thabrani)
Keempat, disiplin. Sebenarnya setiap ibadah dalam Islam mengandung nilai pendidikan disiplin. Bahkan disiplin merupakan syarat sahnya suatu ibadah. Kata disiplin di dalam agama disebut al-tartib, yang berarti menaati peraturan. Sebagai contoh adalah shalat merupakan suatu ibadah yang dimulai dengan berdiri, niat, takbir, membaca fatihah, dan seterusnya sampai kepada salam. Ketentuan ini harus dilakukan sesuai dengan urutan (al-tartib), tidak boleh dibolak-balik.
Demikian juga ibadah-ibadah lainnya yang telah ditentukan syarat dan rukunnya secara teratur. Puasa juga melatih disiplin, makan dan minum tidak kita lakukan di siang hari, meskipun barangkali ada kesempatan untuk melakukannya, tidak ada orang yang melihat kita. Orang yang berpuasa senantiasa mempunyai self control. Meskipun orang tidak tahu, tetapi Allah Maha Tahu segala apa yang kita lakukan atau bahkan kita rencanakan.
Dengan demikian disiplin bukan hanya milik militer saja, 14 abad yang lalu, Islam telah mengajarkannya melalui amalan ibadah yang dilaksanakan oleh umatnya. Maka dengan latihan Ramadhan ini, mari kita tingkatkan kedisiplinan kita dalam segala aspek kehidupan, baik disiplin waktu maupun disiplin dalam rangka menaati segala perintah Allah, Rasul dan para pemimpin kita.
 Menghargai waktu
Islam sangat menghargai waktu, bahkan dalam Surah al-‘Ashr Allah bersumpah wal ‘ashr (demi waktu, demi masa). Khalifah Ali Karramahullahu Wajha mengatakan, waktu itu laksana pedang. Barang siapa yang tidak dapat memanfaatkannya, maka ia akan terpenggal sendiri. Waktu adalah sesuatu yang sangat berharga, maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dari detik ke detik, karena waktu tidak pernah berhenti sepersekian detik pun, apalagi kembali.
Waktu tidak pernah toleransi sedikit pun kepada manusia yang menyia-nyiakannya. Ia tetap berlalu menuju porosnya, meninggalkan orang-orang yang lalai, malas dan lupa. Menyianyiakan waktu adalah suatu kerugian yang besar. Sebagai seorang muslim, kita harus mampu memanfaatkannya dengan aktivitas-aktivitas prestatif, berkarya dan beramal saleh, berkreasi menciptakan sesuatu yang bermanfaat selagi waktu masih memungkinkan.
Mari terus kita memaknai Idul Fitri dan menggali hikmah Ramadhan lainnya, mari kita aplikasikan nilai Ramadhan dalam kehidupan keseharian, agar kita menjadi pribadi yang tangguh, mempunyai suatu ketahanan yang tentu saja akan menambah kekuatan kepribadian kita dan juga ketahanan Nasional Bangsa dan Negara kita. Selamat Idul Fitri 1435 Hijriah, dengan jiwa yang baru dan semangat yang fitri mohon maaf lahir dan batin, minal ‘aizin wal-faizin
sumber : aceh.tribunnews.com/2014/07/26/memaknai-idul-fitri

Selasa, 22 Juli 2014

Puasa dan Solidaritas untuk Palestina



SATU pelajaran yang ditekankan dalam bulan Ramadhan adalah kepedulian sosial. Dengan berpuasa di bulan Ramadhan, kita merasakan rasa lapar dan haus yang memberi pesan agar kita bisa merasakan denyut penderitaan yang sedang dihadapi saudara-saudara kita di berbagai pelosok dunia. Ada saudara kita yang sedang menderita di bawah garis kemiskinan, dimana untuk makan sehari-hari saja mereka sulit mendapatkannya. Bahkan, tidak sedikit umat Islam yang kekurangan bahan makanan, hancurnya infrastruktur negara mereka, hancurnya sekolah dan masjid oleh sebab penjajahan yang mereka alami seperti Myanmar, Somalia, Afghanistan, Suriah, dan yang paling aktual adalah Palestina.

Mereka yang menderita itu umumnya adalah saudara yang seiman
dan seislam dengan kita. Islam mengajarkan kita bahwa persaudaraan Islam tidak mengenal batas teritorial dan zaman. Oleh sebab itu, Ibadah puasa yang kita kerjakan sudah seharusnya mengajarkan kita tentang solidaritas dan kepedulian, sebagaimana Rasulullah mengajarkan kita, bahwa: “Islam itu seperti tubuh yang satu. Jika satu bagian tubuh disakiti, maka bagian tubuh lainnya (harusnya) turut merasakan sakit.” Dan rasa sakit itu kemudian menggugah kesadaran kita untuk ikut membantu meringankan derita mereka dengan kerja-kerja maksimal kita.

Dalam suatu khutbah menyambut datangnya Ramadhan, Rasulullah saw berpesan kepada para sahabatnya: “Wahai manusia, suatu bulan yang penuh rahmat, maghfirah, dan ampunan telah mendekat. Allah menganggapnya sebagai bulan yang terbaik dari seluruh bulan. Siang yang terbaik di sisi Allah, waktu-waktunya terbaik, malam terbaik. Pada bulan itu Allah mengundang kalian sebagai tamu-tamuNya. Dan selama bulan itu, kalian layak
menikmati karunia Allah. Biarkanlah lapar dan dahaga selama bulan ini karenan mengingatkan lapar dan dahaga kalian pada hari Kiamat. Santunilah anak-anak yatim agar anak-anak yatim kalian memperoleh santunan yang sama.”

Serangan Israel atas saudara-saudara kita umat Islam di Jalur Gaza, Palestina, seperti diberitakan oleh berbagai media massa, telah menyebabkan jatuhnya ratusan korban jiwa, dari anak-anak kecil, perempuan-perempuan, hingga orang tua. Masjid-masjid hancur. Rumah sekolah dibombardir dengan peluru kendali (rudal). Sungguh situasi yang sangat mengenaskan dan mengerikan, suatu kondisi yang seharusnya mampu mengetuk hati kita untuk berpartisipasi lebih keras dalam mengurangi penderitaan mereka dengan cara apapun yang kita bisa.

 Menunjukkan solidaritas
Dalam rangka menunjukkan solidaritas kepada Palestina, sebagai umat Islam sesungguhnya kita bisa melakukan banyak hal: Pertama, doa, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Doa itu adalah senjata kaum mukmin.” Allah Swt sendiri dalam berbagai ayat dalam Alquran telah menjelaskan pentingnya doa, karena dengan

doalah pertolongan Allah akan datang. Apalagi di bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah yang memudahkan doa-doa kita dikabulkan. Kita di Aceh, seharusnya mendoakan Palestina di setiap meunasah-meunasah, masjid-masjid, dayah-dayah dan seluruh tempat yang disana ada umat Islam, khususnya Qunut Nazilah.

Jangan pernah sekalipun kita remehkan kekuatan doa. Kita doakan agar Allah memberi kekuatan kepada umat Islam di Palestina, dan kita doakan pula agar Allah menghancurkan
militer Yahudi penjajah. Hari ini, sudahkah kita mendoakan Palestina? Sudahkan kita mengajak mesjid-mesjid di sekitar kita untuk mendoakan Palestina secara berjama’ah? Kalau belum, yakinlah, kepekaan sosial kita belum muncul. Hati kita masih keras. Tidak ada rasa cinta di hati kita. Kalau sudah, alhamdulillah. Sesunguhnya doa itu akan menjadi amal shalih bagi kita. Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, “siapa yang mendoakan saudaranya, maka ia akan didoakan oleh para Malaikat”. Tidak mau kah kita didoakan para Malaikat yang tidak pernah berdosa?


Kedua, dakwah. Kita perlu berdakwah (baca: menyeru) umat Islam agar peduli Palestina. Hari ini banyak umat Islam di tengah-tengah kita yang tidak sadar bahwa umat Islam di Palestina dan di negara-negara Islam lainnya sedang menderita. Baik disebabkan karena mereka tidak tahu khabar dari Palestina, mendapatkan berita yang salah, atau memang mereka memang tidak mencintai Palestina oleh sebab “racun-racun” pemikiran liberalisme-sekulerisme yang telah meracuni mereka. Ini merupakan tugas kita untuk mendakwahi mereka, bahwa persoalan Palestina adalah adalah persoalan kita umat Islam seluruhnya. Apalagi, Mesjid Al-Aqsha yang merupakan arah kiblat pertama kita umat Islam juga terletak di Palestina.

Ketiga, dana. Sesungguhnya, saat kita berzakat dan berinfak, semua itu akan kembali kepada kita sendiri. Kita punya uang Rp 1 juta, kita infakkan untuk Palestina Rp 100 ribu, dan sisanya kita gunakan untuk pribadi kita, maka yang menjadi tabungan kita di akhirat adalah yang Rp 100 ribu tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Apabila matilah seorang manusia, maka terputuslan segala amalnya. Kecuali tiga, anak yang shalih, ilmu
yang bermanfaat dan sedekah jariyah.”

Allah Swt juga berfirman: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261).
Kita membayangkan, seandainya kita di Aceh semuanya ikut menyumbang, sungguh kita akan mampu mengumpulkan bantuan yang besar untuk Palestina. Namun realitasnya, lihat saja sendiri. Saat ada adik-adik mahasiswa kita di jalan-jalan membawa kardus Save Palestina, begitu banyak mobil-mobil mewah yang melalu begitu saja dan enggan mengeluarkan sepeser pun infak mereka. Sangat kecil persentase umat Islam yang mau menyumbang. Mungkin inilah sebab umat Islam hari ini dimana-mana tertinggal, karena kita tidak memberi untuk agama kita sebagaimana orang lain memberi untuk agama mereka.

 Aceh untuk Palestina
Kendati demikian, kita bersyukur bahwa sebagian masyarakat kita di Aceh telah memberi sumbangan untuk Palestina. Seperti diberitakan Serambi, ada warga Aceh yang menyumbang dana jutaan rupiah, ada yang menyumbang emas, cincin dan sebagainya. Kita yakin, sedekah mereka itu adalah manifestasi dari cahaya iman mereka yang kuat. Kalau sumbangan kita banyak, maka akan besar pula bekal untuk akhirat. Di bulan puasa ini, seharusnya kita bisa memberi banyak untuk mereka yang sedang menderita. Kita juga berharap agar zakat fitrah kita nanti bisa disalurkan untuk umat Islam di Palestina.




Kita tidak bisa mencegah aksi Israel merusak bumi Palestina, membunuh anak-anak, perempuan dan orang tua, menghancurkan mesjid dan sekolah. Akan tetapi kita bisa turut berinfak agar Palestina bisa dibangun kembali, agar warga Palestina yang terluka bisa diobati. Karena itulah, selain sumbangan individu masyarakat sebagimana kita singgung di atas, kita patut pula memberikan apresiasi kepada Pemerintah Aceh yang saat ini turut menggalakkan pengumpulan dana (infak) untuk Palestina.
Dan, keempat, demo. Dengan demo, kita tunjukkan kepada dunia umumnya dan kepada rakyat Palestina yang sedang terjajah khususnya, bahwa kita berada di belakang perjuangan mereka. Bahwa kita mendukung perjuangan mereka. Dengan demo, insya Allah orang-orang yang masih tertidur akan terbangun dan sadar, bahwa kita harus bersatu dalam kepeduliaan dan perjuangan.

Selain tiga perkara di atas, cara lainnya yaitu diplomsi. Kita berharap, pemerintah kita bukan hanya mengecam Israel atas pembantaiannya terhadap warga Palestina, melainkan juga bekerja keras menghentikan pembantaian tidak adil itu lewat jalur diplomasi negara. Indonesia adalah negara yang besar, seharusnya melakukan diplomasi yang kuat agar seluruh dunia dan seluruh elemen kekuatan umat Islam bangkit melawan penjajahan Israel dengan cara-cara yang memungkinkan.

Demikianlah, ibadah puasa Ramadhan mengajarkan kita tentang kepekaan sosial dan solidaritas kepada Palestina. Percayalah bahwa apa pun yang kita berikan untuk mereka, saudara-saudara kita itu, sesungguhnya adalah bekal untuk kita sendiri di yaumil akhir kelak. Wallahu a’lam bishshawab.

sumber :  aceh.tribunnews.com/2014/07/19/puasa-dan-solidaritas-untuk-palestina




Sabtu, 19 Juli 2014

Ramadhan Momentum Membantu Palestina

(Belajar dari Kedermawanan Rasulullah)
 
RASULULLAH adalah manusia yang unggul dari segala sektor, keagamaan, sosial dan perpolitikan. Michael H. Hart seorang ahli astronomi dan sejarah terkenal di Amerika Serikat mengakui dalam bukunya “The 100” bahwa Nabi Muhammad menempati urutan teratas dari 100 daftar nama orang yang paling berpengaruh di dunia. Lebih lanjut ia mengatakan, Nabi Muhammad seorang yang paling berpengaruh di antara semua penduduk dunia, karena beliau satu-satunya manusia yang berhasil secara luar biasa baik dalam kegiatan keagamaan maupun pemerintahan.

Rasulullah saw juga termasuk seorang yang sangat dermawan, sebagaimana terungkap dalam hadis: “Umar bin Khatab berkata, suatu hari seorang laki-laki datang menemui Rasulullah untuk meminta-minta, Rasul memberinya. Besok dia kembali lagi untuk meminta-minta, Rasul juga memberinya. Besoknya meminta lagi, Rasul tetap memberinya. Besoknya juga meminta lagi, Rasul bersabda: Saya tidak mempunyai apa-apa saat ini, tapi ambillah apa yang kamu mau dan jadikan sebagai utang saya, kelak saya akan membayarnya.” (HR. Tarmidzi).

Dalam lanjutan hadis tersebut Umar ra mengingatkan Rasulullah saw: “Umar berkata: Wahai Rasul, jangan berikan sesuatu yang berada di luar batas kemampuanmu. Beliau tersenyum dan bersabda: karena itulah saya diperintah oleh Allah.” Demikian sikap kedermawanan Rasulullah sampa-sampai hemat penulis tidak ada catatan yang menyebutkan beliau berzakat sepanjang hayat. Bukan karena beliau miskin tak berharta, namun tidak pernah beliau menumpuk harta sampai mencapai nisab zakat. Jika di sisi beliau ada secuil harta, langsung mendermakannya.

Ummu Salamah mengisahkan, suatu hari Nabi masuk ke rumahku dalam keadaan muka pucat, saya khawatir mungkin beliau lagi sakit. Lalu bertanya, Ya Rasulullah, mengapa wajahmu pucat begitu, apakah anda sakit? Jawab beliau: Saya tidak sakit, tetapi saya ingat uang tujuh dinar yang kita dapatkan kemarin. Sore ini uang itu masih ada di bawah kasur dan belum diinfakkan. Satu hal membuat Rasulullah takut dengan harta, ketika ajal menjemput, namun masih ada harta yang ditinggalkan.

 Kedermawanan Rasulullah

Kedermawanan beliau lebih meningkat tajam ketika Ramadhan, seperti diceritakan Ibnu Abbas. Digambarkan dalam riwayat Imam Bukhari, di bulan Ramadhan kedermawanan Rasul laksana angin yang berhembus, tidak pernah berhenti dan senantiasa memberikan kedamaian, kenyamanan dan kenikmatan bagi yang menerimanya. Paling tidak Ada enam rahasia kedermawanan beliau di bulan Ramadhan:

Pertama, syaraf az-zaman (waktu mulia), Allah melipat gandakan pahala ibadah sebab kemulian waktu, yakni bulan Ramadhan. Di antara dua belas bulan, hanya Ramadhan yang sangat jelas penjelasannya dalam Alquran, bahkan Allah menurunkan Alquran di bulan Ramadhan. Ini semua karena amal baik apapun akan digandakan, baik zakat, infak, sedekah dan sebagainya jika dilakukan di bulan Ramadhan. “Rasulullah saw pernah ditanya, sedekah apa yang paling utama, Rasul menjawab, Sedekah di bulan Ramadhan,” (HR. Turmidzi).

Kedua, membantu orang berpuasa adalah jembatan mendekatkan diri pada Allah. Bersabda Nabi saw: “Siapa yang memberikan makanan berbuka bagi orang berpuasa, maka fahalanya sama dengan orang puasa itu, tanpa berkurang sedikit pun.” (HR. Ahmad). Di sisi Allah orang berpuasa sangat mulia, bau mulutnya semerbak laksana kesturi, tidurnya berbobot ibadah, doanya mustajab. Maka sangat wajar jika mendermakan kepada mereka sebatas apa yang kita miliki, sehingga ketaatan dan ibadah mereka makin meningkat, ketika hal itu dilakukan, maka kita akan mendapatkan imbas dari amal mereka.

Ketiga, Ramadhan adalah bulan dimana Allah sangat dermawan pada hamba-Nya. Momen Ramadhan Allah jadi panggung rahmat, maghfirah (ampunan) dan terbebas dari api neraka, terlebih malam sejuta penantian, yakni Lailtur Qadar. Jika hamba bersikap dermawan, Allah pun akan lebih dermawan lagi pada hamba, dengan harta yang dikeluarkan akan diganti berlipat ganda, tenaga dan pikiran yang terkuras diganti dengan lebih baik, rezeki bertambah, memperoleh keturunan dan sejahtera dalam rumah tangga. Berkata Rasul: “Allah akan lebih kasih sayang pada hamba-Nya yang juga penyayang pada sesama.” (HR. Bukhari).

Keempat, penyatuan amalan puasa dan sedekah dalam waktu bersamaan merupakan perantara penting meraih syurga. “Bersabda Nabi, surga itu ada beberapa kamar, di mana bagian dalamnya nampak dari luar dan luarnya nampak dari dalam. Sahabat bertanya: untuk siapa kamar tersebut ya Rasul? Rasul menjawab: bagi mereka yang selalu bertutur kata dengan baik, memberi makan fakir miskin, melanggengkan puasa dan shalat malam ketika orang tidur.” (HR. Ahmad). Allah Swt telah memberi kesempatan emas bagi hamba untuk mendapat tiket kamar tersebut, yakni amalan Ramadhan.

Kelima, puasa dan sedekah dapat menjauhkan pelakunya dari neraka. Sebuah hadist menyebutkan, puasa merupakan temeng dari api neraka, demikian juga dengan sedekah, adalah penolak dari panasnya api neraka. Abu Darda’ pernah berkata, shalatlah dua rakaat di malam gelap gulita, untuk menangkal panasnya di padang mahsyar, dan bersedekahlah dengan apa saja, untuk menahan jerih payah kelak di hari pembalasan.

Keenam, selama beribadah puasa, kekurangan, kehilafan, marah dan sebagainya tidak dapat dipungkiri. Kekuatan sedekah dapat menempel bolong-bolong dari kekurangan tersebut. Karenanya, membayar zakat fitrah sebelum 1 Syawal (akhir Ramadhan) adalah perintah penting dalam Islam, dengan tujuan menutupi kekurangan dalam berpuasa. Nabi telah mencontohkan amalan baiknya di bulan Ramadhan. Oleh karena itu jangan lepas genggaman Ramadhan sebelum kita dapat melakukan amalan yang dicontohkan Nabi, jangan pernah takut dengan bersedekah harta akan berkurang, karena janji Allah dan RasulNya itu benar.

 Gaza bergejolak

Hari ini, media cetak dan online dihiasi dengan kondisi Gaza yang terus bergejolak, menampar jutaan tokoh di dunia yang masih saja sibuk berebut mahkota tahta, harta dan wanita. Tiga lokasi ‘permata dunia’ tak dipedulikan oleh kaum pecinta materi, terbiasa mengumbar obrolan tentang kemewahan kendaraan, berbelanja benda dengan merk ternama, atau berwisata tanpa tujuan taqarrub Ilallah. Gaza, Syria, dan Mesir. Tiga lokasi yang pemberitaannya dipecah-pecah dengan bumbu fitnah sana-sini supaya ummat tetap terkota-kotak dan lupa pada identitas diri sebagai satu keluarga.
Seiring dengan ragam rasa geram, gelisah dan merinding bagi jiwa raga kita atas segala berita dari bumi para syuhada, Palestina. Muslim Palestina sedang di dibantai, ratusan nyawa sudah melayang, berpuluh bangunan roboh akibat kekejaman tentara zionis Israel. Di Indonesia kita masih dapat sedikt tersenyum, mau kemana saja tak ada problem, asupan makanan pun terpenuhi, dan tempat berteduh berdiri kokoh megah bak istana. Tapi bagaimana dengan saudara kita di Palestina?

Ramadhan yang sejati menjadi peluang emas disela-sela usia mereka untuk berta’bud ke pada Allah, tapi malah ancaman hidup yang mereka rasakan. Rumah mereka hancur lebur diserang keganasan Yahudi, mereka haus dan dahaga, mereka butuh simpatisan dari umat Islam dunia untuk mempertahankan Masjidil Al-Aqsha sebagai simbol kesucian umat Islam.
Berbagai elemen masyarakat di dunia khususnya di Aceh kini sedang giat mengumpul dana bantuan untuk Palestina. Mumpung Ramadhan belum berlalu, mari kita sisihkan sedikit harta yang kita miliki, untuk membantu meringankan beban saudara-saudara kita muslim Palestina yang saat ini menangis darah. Semoga!

sumber : aceh.tribunnews.com/2014/07/18/ramadhan-momentum-membantu-palestina

Apakah Kita Masih Bisa Tertawa? ( Sukma Rita )

 #SavePalestina #PrayForGaza

Di malam hari kita masih bisa melihat indahnya bintang dan rembulan, di pagi hari kita juga masih bisa menghirup udara segar, melihat matahari, menikmati puasa dengan tenang. Tapi lihatlah saudara kita disana di palestina mereka sedang berjuang membela agama, berjuang mempertahankan hak mereka,mempertahankan Masjidil Aqsa kiblat pertama umat Islam.

Apakah disini kita masih bisa tertawa melihat mereka sedemikian rupa? Apakah kita masih bisa tertawa sedangkan saudara muslim kita menderita ? Dengan tubuh belumuran darah, dengan usus yang sudah keluar dari tubuh, dengan kaki dan tangan yang sudah patah bahkan sudah musnah dari anggota tubuh.

Apakah kita masih bisa tertawa melihat anak tanpa dosa yang tergampar tanpa nyawa, melihat anak yang dipisahkan dengan orangtuanya, bahkan diumur yang masih sangat belia mereka sudah menderita sedemikian rupa. Apakah kita masih bisa tertawa ? bayangkan kita berada di posisi mereka. Apakah kita sanggup? Apakah kita bisa sekuat mereka?

Bahkan airmata mengalir dengan derasnya saat melihat mereka disana dengan keadaan yang mengenaskan,dengan keadaan yang memprihatinkan.berlumuran darah disekujur tubuh.dibantai dengan bom dan rudal yang mematikan.

Mereka tidak meminta kita kesana untuk ikut perang melawan israel. mereka hanya meminta kita mendoakan mereka. Do'a ? Iya hanya do'a.
Mereka tidak meminta lebih hanya do'a.saudaraku mari kita doa'kan mereka.doakan saudara muslim kita,doakan mereka sesudah salat kita,doakan mereka disetiap zikir kita,karna saya percaya Do'a kita pasti dijabarkan oleh Allah yang maha kuasa.

#SavePalestina #PrayForGaza

Selasa, 15 Juli 2014

Cara Berbuka Puasa yang Sehat

Bulan Ramadhan telah tiba, kewajiban kita juga untuk berpuasa. Sudah menjadi tradisi pada saat bulan Puasa, untuk menunggu magrib tiba, biasanya semua orang pergi "Ngabuburit". Target nya, adalah mencari makanan dan minuman untuk berbuka. Dihari-hari pertama apalagi diwaktu hari libur, yang hunting makanan banyak banget. Sama halnya dengan yang jualan.
Yang perlu diperhatikan Pada saat berbuka:
  1.   Usahakan pada saat berbuka minum dengan Air Putih.  Tujuannya agar isi perut tidak kaget  setelah seharian berpuasa.
  2.   Makanlah makanan yang manis-manis, dengan porsi sedikit.
  3.   Dilanjut dengan Makan nasi & Lauk pauknya.
Yang perlu dihindari :

1. Berbuka dengan minum es terlalu banyak, nanti bisa berakibat tidak mau makan lhooo..
2. Makan gorengan / makanan yang berminyak lebih, ini bisa mengakibatkan Radang tenggorokan.

Semoga Bermanfaat ^.^

Wanita Berjilbab Seorang Fotografer Tanpa Lengan.

Rusidah. photography dan camera nya
Wanita berkerudung itu memotret menggunakan kamera profesional dengan lincah. Sesekali ia menaiki bangku. Dia tak canggung, juga tak terlihat kepayahan, padahal dia sama sekali tak berjemari.


Dialah Rusidah, fotografer asal Purworejo yang kehilangan kedua lengan bawahnya sejak kecil. Rusidah tengah menjadi juru foto dokumentasi untuk General Election Network for Disability (AGENDA) yang menggelar Dialog Regional tentang akses Pemilu bagi Penyandang Disabilitas.

Dia lalu memamerkan hasil karya foto-fotonya di berbagai tempat yang dipotretnya. Setiap orang pasti terpesona pada kemahirannya dalam memotret, bagaimana bisa seorang tanpa jemari begitu lihat memotret?

Ibu satu anak itu berkisah, tahun 1989 ia lulus Sekolah Menengah Atas (SMA). Sempat menganggur setahun, dia lalu masuk Panti Rehabilitasi Sentrum (RS) Dr. Suharso, Solo. Ada dua keterampilan di benaknya, menjahit atau fotografi.

"Kalau menjahit saya sudah bisa, maka akhirnya saya pilih fotografi, biar punya kemampuan lain," kata wanita berpembawaan sederhana itu.

Fotografer keliling

Lulus dari panti rehabilitasi dengan memegang sertifikat fotografi, Rusidah kembali ke Purworejo pada 1992. "Sertifikat ini harus menghasilkan uang", batin Rusidah saat itu.


Berbekal kamera pinjaman dari Ibu Sri Hartati (alm), Kepala Sekolahnya saat duduk di Sekolah Menengah Pertama Bayan, Purworejo, Rusidah memulai petualangannya sebagai fotografer keliling.

"Saya keliling dari rumah ke rumah. Saya juga membawa kostum foto untuk anak-anak seperti kostum polisi," kenangnya. Pada awalnya, kisah Rusidah, orang-orang menyangsikan kemampuannya memotret apalagi dengan kondisinya yang seperti itu. Namun, hal itu tidak membuatnya berkecil hati, Rusidah selalu membawa hasil foto karyanya untuk meyakinkan orang.

"Saya juga tekankan pada mereka, kalau masih ragu jangan dibayar dulu, setelah lihat hasilnya baru dibayar. Itu juga kalau mereka suka," kata Rusidah yang aktif di Persatuan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) Semarang.

Lambat laun, nama Rusidah semakin dikenal, tak saja di Purworejo, tapi juga tempat lain. Segera dia berubah menjadi tak lagi fotografer keliling. Ia kini fotografer panggilan untuk acara pernikahan, ibu-ibu dharmawanita/PKK, sunatan, pas foto sekolah, dan masih banyak lagi.

Dia bahkan menjadi fotografer tetap untuk dokumentasi kegiatan ibu Bupati Purworejo. Rusidah kemudian memohon bantuan kamera kepada Pemerintah Kabupaten Purworejo. Kamera Pentax K-1000 pun menjadi miliknya.


Dari profesinya itu ia mendapat Rp200.000 sampai Rp400.000 sebulan. Keinginan Rusidah untuk mencari penghasilan sendiri terwujud sudah. Ia bahkan membuktikan, pekerjaannya yang membutuhkan kelihaian tangan itu bisa ia lakoni meski dikungkung oleh keterbatasan.

"Saya bisa membuktikan pada orang, walau saya kekurangan tetapi saya bisa," kata Rusidah.

Ingin punya studio

Langkah Rusidah tidak berhenti hanya menjadi fotografer panggilan. "Dari dulu saya ini ingin punya studio foto di pinggir jalan," ungkapnya.

Selama ini, Rusidah menyulap rumah kontrakan sederhana di Desa Boto Ndaleman, Kecamatan Bayan, Purworejo, Jawa Tengah, menjadi studio mini. Kini ia dan suaminya yang berdagang es krim itu, sedang membangun studio foto di pinggir jalan. Alat perlengkapan studio sudah mulai terkumpul berkat bantuan PT Datascrip yang adalah distributor kamera Canon di Indonesia.

Anaknya juga mulai belajar mengedit foto hasil karyanya. "Saya juga selalu mendapat dukungan dari teman-teman fotografer, misalnya dikasih buku fotografi atau cara bisnis fotografi," katanya.

Rusidah tidak pernah membeli kamera sendiri, termasuk saat masuk era digital. Rusidah yang tahun lalu diundang Ani Yudhoyono pada pembukaan pameran fotonya di Galeri Nasional, hanya membekali dirinya dengan kamera yang diberikan opengagum yang bersimpati padanya.

"Cacat ini kan bukan penyakit, jadi bukan alasan kalau kita ingin berkarya," ujar Rusidah. Beda dirinya dengan orang-orang yang lengkap fisiknya adalah kalau orang normal mengerjakan sesuatu selama 1 menit, maka penyandang cacat sepertinya menghabiskan waktu 5 menit.

"Walau cacat tetapi hati saya normal," katanya. Keinginan lain Rusidah selain memiliki studio foto di pinggir jalan adalah memotret ke luar negeri.

Omong-omong, Anda dapat berbicara Bahasa Inggris tidak?

Rusidah menjawab, "Cuma bisa bilang Good Morning." Derai tawa mengiring lepas dari mulutnya.

Sumber : Animaxline.com

FAMNOSTA GALLERY ( edisi foto Famnosta )























Inilah tentang kita, cerita kita, kebersamaan kita, takkan terlupakan sahabat, hingga mata kita tertutup untuk selama-lamanya. FAMNOSTA 

Senin, 14 Juli 2014

MALAM LAILATUL QADAR




   Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, rabb semesta alam. Shalawat dan salam terlimpah dan tercurah kepada manusia pilihan, Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Lailatul Qadar adalah malam yang agung. Malam penuh kemuliaan. Ibadah di dalamnya lebih baik daripada ibadah selama seribu bulan. Siapa yang mendapatkan kemuliaannya sungguh ia manusia beruntung dan dirahmati. Sebaliknya, siapa yang luput dari kebaikan di dalamnya, sungguh ia termasuk manusia buntung dan merugi.
Kemuliaan Lailatul Qadar yang penuh keberkahan dapat dilihat dari pilihan Allah terhadapnya untuk menurunkan kitab terbaik-Nya dan syariat agama-Nya yang paling mulia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS. Al-Qadar: 1-5)

Sesungguhnya Lailatul Qadar tidak seperti malam-malam selainnya. Pahala amal shalih di dalamnya sangat besar. Maka siapa yang diharamkan mendapatkan pahalanya, sungguh  ia tidak mendapatkan kebaikan malam itu. Oleh karenanya, sudah sewajarnya seorang muslim menghidupkan malam tersebut dengan bersungguh-sungguh melakukan ibadah dan ketaatan kepada Allah secara maksimal. Dan menghidupkannya harus didasarkan kepada iman dan berharap pahala kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Disebutkan dalam hadits shahih:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di bulan Ramadan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam redaksi lain,
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di Lailatul Qadar imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah menjelaskan tentang waktu turunnya Lailatul Qadar tersebut. Beliau bersabda,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَان
"Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan." (Muttafaq 'alaih)
Lalu beliau menjelaskan lebih rinci lagi tentang waktunya dalam sabdanya,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
"Carilah Lailatul Qadar pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir dari Ramadhan." (HR. Al-Bukhari)

Yaitu malam-malam ganjil dari bulan Ramadhan secara hakiki. Yakni malam 21, 23, 25, 27, dan 29. Lalu sebagian ulama merajihkan (menguatkan), Lailatul Qadar berpiindah-pindah dari dari satu malam ke malam ganjil lainnya pada setiap tahunnya. Lailatul Qadar tidak melulu pada satu malam tertentu pada setiap tahunnya.
Imam al-Nawawi rahimahullah berkata: "Ini adalah yang zahir dan terpilih karena bertentangan di antara hadits-hadits shahih dalam masalah itu. tidak ada jalan untuk menjama' (mengompromikan) di antara dalil-dalil tersebut kecuali dengan intiqal (berpindah-pindah)-nya."
Syaikh Abu Malik Kamal dalam Shahih Fiqih Sunnah memberikan catatan terhadap pendapat-pendapat tentang Lailatul Qadar di atas, "Yang jelas, menurutku, Lailatul Qadar terdapat pada malam-malam ganjil di sepuluh malam terakhir dan berpindah-pindah di malam-malam tersebut. Ia tidak khusus hanya pada malam ke 27 saja. Adapun yang disebutkan oleh Ubay, Lailatul Qadar jatuh pada malam ke 27, ini terjadi dalam suatu tahun dan bukan berarti terjadi pada semua tahun. Buktinya, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah mendapatinya pada malam ke 21, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Abu Sa'id Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berkhutbah kepada mereka seraya mengatakan:
إِنِّي أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نَسِيتُهَا أَوْ أُنْسِيتُهَا فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ كُلِّ وِتْرٍ وَإِنِّي أُرِيتُ أَنِّي أَسْجُدُ فِي مَاءٍ وَطِينٍ
"Sungguh aku telah diperlihatkan Lailatul Qadar, kemudian terlupakan olehku. Oleh sebab itu, carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir pada setiap malam ganjilnya. Pada saat itu aku merasa bersujud di air dan lumpur."

Abu Sa'id berkata: "Hujan turun pada malam ke 21, hingga air mengalir menerpa tempat shalat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Seusai shalat aku melihat wajah beliau basah terkena lumpur. (HR. Al- Bukhari dan Muslim)
Demikian kumpulan hadits yang menyinggung tentang masalah Lailatul Qadar. Wallahu A'lam." (Selesai ulasan dari Shahih Fiqih Sunnah: III/202-203)
Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri dalam Ithaf al-Kiram (Ta'liq atas Bulughul Maram) hal 197, mengatakan, "Pendapat yang paling rajih dan paling kuat dalilnya adalah ia berada pada malam ganjil di sepuluh hari terakhir. Ia bisa berpindah-pindah, terkadang di malam ke 21, terkadang pada malam ke 23, terkadang pada malam ke 25, terkadang pada malam ke 27, dan terkadang pada malam ke 29. Adapun penetapan terhadap beberapa malam secara pasti, sebagaimana yang terdapat dalam hadits ini (hadits Mu'awiyah bin Abi Sufyan), ia di malam ke 27, dan sebagaimana dalam beberapa hadits lain, ia berada di malam 21 dan 23, maka itu pada tahun tertentu, tidak pada setiap tahun. Tetapi perkiraan orang yang meyakininya itu berlaku selamanya, maka itu pendapat mereka sesuai dengan perkiraan mereka. Dan terjadi perbedaan pendapat yang banyak dalam penetapannya."

Tanda-tanda Lailatul Qadar
Disebutkan juga oleh Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah bahwa Lailatul Qadar memiliki beberapa tanda-tanda yang mengiringinya dan tanda-tanda yang datang kemudian.
Tanda-tanda yang megiringi Lailatul Qadar:
  1. Kuatnya cahaya dan sinar pada malam itu, tanda ini ketika hadir tidak dirasakan kecuali oleh orang yang berada di daratan dan jauh dari cahaya.
  2. Thama'ninah (tenang), maksudnya ketenangan hati dan lapangnya dada seorang mukmin. Dia mendapatkan ketenanangan dan ketentraman serta lega dada pada malam itu lebih banyak dari yang didapatkannya pada malam-malam selainnya.
  3. Angin bertiup tenang, maksudnya tidak bertiup kencang dan gemuruh, bahkan udara pada malam itu terasa sejuk.
  4. Terkadang manusia bisa bermimpi melihat Allah pada malam itu sebagaimana yang dialami sebagian sahabat radliyallah 'anhum.
  5. Orang yang shalat mendapatkan kenikmatan yang lebih dalam shalatnya dibandingkan malam-malam selainnya.
Tanda-tanda yang mengikutinya:
Matahari akan terbit pada pagi harinya tidak membuat silau, sinarnya bersih tidak seperti hari-hari biasa. Hal itu ditunjukkan oleh hadits Ubai bin Ka'b radliyallah 'anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengabarkan kepada kami: "Matahari terbit pada hari itu tidak membuat silau." (HR. Muslim)          

Penutup
Siapa yang merindukan Lailatul Qadar hendaknya ia bersungguh-sungguh dalam sisa hari Ramadhan ini, khususnya di sepuluh hari terakhirnya. Semoga satu dari sepuluh malam terakhir yang kita hidupkan tersebut adalah Lailatul Qadar. Sehingga kita mendapatkan pahala dan ganjaran yang besar. Selain itu, esungguhan ini adalah bentuk iqtida' (mengikuti dan mencontoh) Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. kita juga memperbanyak doa dan pengharapan kepada-Nya untuk kebaikan diri kita, keluarga, dan kaum muslimin secara keseluruhan. Amiin.... @al_ghozwah