Sebuah Cerita tentang Ayah
Bapak itu anak laki-lakinya kakek nenek yang menjadi cintanya ibuku.
Yap, begitulah aku mendefinisikan seorang bapak. Sebuah kutipan yang
pernah aku baca disebuah sosial media;
Bapak adalah cinta pertama anak perempuannya dan pahlawan terhebat anak laki-lakinya.
Sudah lebih dari 12 tahun aku tidak tinggal bersama bapakku karena
kedua orang tuaku bercerai sejak aku masih duduk dikelas 3 SD. Kedua
orang tuaku bercerai karena ibu sudah tidak tahan dengan perlakuan bapak
yang kurang menyenangkan. Jadi untuk bicara soal kasih sayang dari
seorang bapak, mungkin aku tidak seberuntung teman-teman lainnya yang
masih memiliki keluarga yang utuh.
Masih tergambar jelas diingatanku saat malam-malam aku digendong
bapakku keluar rumah. Malam itu dimana ibu memutuskan meminta bercerai
dari bapak. Aku menangis digendongan bapak. Pada saat itu aku tidak
mengerti mengapa mereka bertengkar, yang aku tahu mereka akan berpisah.
Dan aku hanyalah anak kecil yang tidak tahu apa-apa, yang harus menerima
kenyataan bahwa
meja hijau meresmikan perceraian mereka.
Beberapa bulan semenjak perceraian, aku masih tinggal secara
bergiliran dirumah bapak atau ibu. Senin sampai sabtu aku bersama ibu
karena aku masih sekolah dan semua keperluan diurus oleh ibu. Menjelang
sabtu sore sampai minggu aku tidur dirumah bapak.
Aku memang tinggal bersama ibu, tapi aku merasa lebih dekat dengan
bapak. Entah kenapa aku jarang menceritakan masalahku dengan ibuku. Aku
hanya merasa, kalau ibu sudah menanggung banyak beban, banyak masalah
dan lebih butuh tempat untuk bercerita. Jadi selama aku bersama ibuku,
ibuku lah yang banyak bercerita. Berbeda saat dengan bapak, aku dan
bapak sama-sama banyak bercerita. Setiap kali aku menginap di rumah
bapak, kami pasti membeli wafer sebagai cemilan dan malamnya bapak
bercerita tentang banyak hal. Mulai dari masa mudanya yang aku tahu
bahwa bapakku adalah seorang lelaki yang menyukai banyak wanita, atau
memang semua lelaki jaman sekarang seperti itukah?
Tentu saja aku memiliki banyak hal yang bisa aku banggakan dari sosok
bapakku. Bapakku ini seorang buruh disalah satu perusahaan BUMN yang
mengurusi benda peninggalan jaman kerajaan Budha. Bapak adalah seorang
pekerja keras yang mau berjuang demi kepentingan banyak orang. Kata
bapak, selama pekerjaan itu bisa membantu orang lain dan menguntungkan
untuk diri sendiri maka berjuanglah.
Ada kalanya aku merindukan kebersamaan bapak dan ibu kumpul jadi satu
dan itu terjadi setiap kali hari raya. Seringkali aku iri dengan para
tetangga yang bisa kumpul bersama keluarga besarnya. Yah, tapi apapun
itu aku harus tetap mensyukuri kebersamaan aku hanya dengan ibu atau
hanya dengan bapak.
Saat aku masih usia kanak-kanak, seperti idaman anak-anak akan
seorang ayahnya, bapak selalu mendongeng untukku. Tentu saja dongeng
kancil versi bapak. Ahh, membayangkan masa itu, aku jadi ingin kembali
ke masa kecil.
Jujur saja, bapakku bukan orang yang lembut, pernah suatu ketika
gegara aku tidak menurut perintahnya, aku dipukul pakai kemoceng. Aku
tidak menangis di depannya, tapi aku berlari ke ibu dan menangis. Yah
namanya anak kecil, tentu saja aku tidak merasa bersalah. Dan bapaklah
yang meninta maaf. Bapak pernah bilang, apapun yang dilakukan anaknya
kalau itu salah, itu bukan salah anaknya, tapi salah bapaknya karena
tidak bisa mendidik anaknya dengan baik.
Aku bangganya memiliki ayah seperti ‘Bapak’.