![]() |
Sumber: Google |
“Nong, kamu tahu gak kalau aku
sering bermain ayunan dipohon ini bersama ayah dulu. Ayah bersholawat sambil
mengayuni aku hingga aku tertidur dengan kemerduan suara ayah”. Akhir bulan
sepuluh lalu tepatnya ketika Agam ingin merayakan hari ulang tahunnya yang ke
17 tahun, ayahnya berpulang setelah dirawat beberapa di rumah sakit. Agam
sangat kehilangan sosok ayahnya yang selalu menemani ketika ayahnya ke sawah
untuk membajak sawah dan pekerjaan lainnya.
“Nong, aku sangat rindu pada
ayahku, aku ingin sekali bermain ayunan dengannya sekarang,” ucap Agam pada
Inong.
“Agam yang sabar ya, ayah sudah
tenang dialam sana. Agam banyak-banyak berdoa aja ya.” Inong mencoba menguatkan
sembari menembuk pundak Agam. Agam kembali sumringah memandang ke arah Inong
yang juga tersenyum kecil.
Agam masih belum bisa melupakan
kenangan bersama ayahnya, ia masih terus teringat kisah-kisah bersama ayahnya.
Ibu mencoba memeluk Agam sambil menasehatinya. “sudah gam, kau jangan bersedih
lagi, tak ada guna kau tangisi ayah. Ayah sudah tenang disurga sana, kita
semuapun akan menyusul ayah kelak nanti,” terang ibu.
“bu, kira-kira ayah sedang apa ya disurga?,” tanya
Agam.
Ibu tersenyum kecil sambil mengelus
rambut Agam. “hmmm... sudah, kamu tidur ya besok harus bangun pagi ke sekolah.”
ibu mengakhiri percakapan Agam dan berlalu ke kamar.
Allahu
Akbar.. Allahu Akbar.. suara azan subuh berkumandang. Ibu
baru saja keluar dari kamarnya dan beranjak ke kamar Agam. “gam... oo Agam.
Bangun nak sudah subuh, ayo kita sholat berjamaah dimasjid,”ajak ibu sambil
merapikan tempat tidur Agam yang masih kusut. Dengan mata masih sedikit
tertutup Agam mengambil kain sarungnya dan berlalu ke mara mandi untuk mencuci
muka.
Assalamualaikum..
Warahmatullah.. Assalamualaikum.. Warahmatullah..
imam mengucapkan salam. Agam belum beranjak bangun dan pulang, ia lebih memilih
berdiam sebentar lagi didalam masjid berzikir, dan memanjatkan doa untuk
ayahnya. “Allahummaghfirlii Zunubii
Waliwalidayya Warhamhuma Kama Rabbayani Shaghirah” doa Agam sambil
menadahkan tangan ke atas.
Ibu sudah sejak tadi menunggu Agam
pulang dari masjid. Tak berselang lama ibu mendengar bunyi ketukan pintu. “tok tok tok... assalamualaikum bu, ni
Agam bu.” Ibu kemudian menuju ke ruang tamu depan dan membukakan pintu. “kenapa
telat kali pulangnya gam”? tanya ibu sembari menjulurkan tangan ke arah Agam.
“zikir sebentar bu.” jawab Agam.
Ibu membalas “yasudah mandi terus sana, nanti kesiangan ke sekolah.”
“iya bu.” Jawab Agam singkat.
“Nong, nanti pulang sekolah kita
kepohon kemarin yuk...” ajak Agam. Inong hanya mengangguk dan sedikit senyum
kecil yang keluar dari bibir Inong.
“Ayah sering mengajakku ke pohon
ini, bermain dengan ayunan sampai aku tertidur. Ayah mengayuniku sembari
bersholawat”. Agam sangat manja dengan ayahnya tapi setelah ayahnya meninggal,
ia hanya pergi sendirian ke pohon ini, sesekali ia mengajak Inong ke pohon itu
hanya sekedar menemaninya. Jika Agam ke pohon itu, Agam sering melamun sambil
melihat ayunan yang bergerak maju mundur. Kenangan Agam, ayahnya dan pohon itu
sangat membekas pada diri Agam yang kini harus menggantikan ayahnya menjaga ibu
dan adiknya dirumah.
“Nong, kamu naik ke ayunan itu ya?”
“untuk apa Gam?”. Tanya Inong penasaran.
“udah, naik aja aku yang ayunin”! perintah Agam.
Inong
mencoba menaiki ayunan dipohon itu, lalu Agam yang mengayuninya. Inong terlihat
sangat menikmatinya. Sambil mengayunkan Inong, Agam bersholawat seperti yang
ditirukan ayahnya padanya 10 tahun lalu sebelum wafat.
“Enak kan Nong”? tanya Agam.
“Enak sekali Gam, terima kasih ya Gam” balas Inong
dengan tawa kecil.
Agam dan ayah menjadikan pohon itu sebagai tempat
melepas penat dan tempat bermain. Namun setelah ayahnya wafat, pohon itu hanya
menjadi tempat pelipur lara.
Catatan:
*Agam,
panggilan untuk anak Laki-Laki.
*Inong,
panggilan untuk anak Perempuan.